Sabtu, 06 Juni 2009

hIjRa


Hijrah
Dari sekian ragam peristiwa penting Islam peristiwa hijrah sesungguhnya menempati posisi yang utama. Sebab, peristiwa ini bukan saja menandai babak baru penanggalan Islam yang ditetapkan oleh Umar bin Khattab melainkan juga menjadi titik balik peradaban terkonstruksi dengan gemilang.
Karena itulah, setiap tahunnya kita memperingati peristiwa hijrah sebagai tahun baru . Harapannya, tentu di samping memutar kembali klise peristiwa fenomenal itu, juga mencoba memunguti makna hijrah secara aktual dan kontekstual.

Historisitas Hijrah
Peristiwa hijrah bermula dari kegelisahan Muhammadsewaktu menyaksikan derita umat Islam yang datang bertubi-tubi akibat tindakan represif kaum Quraisy. Penderitaan itu menjadi hal yang wajar ketika Muhammad meneriakkan revolusi moralitas dan religiusitas masyarakat Makkah yang sudah jauh melampaui batas kewajaran. Muhammad memperjuangkan pembebasan dari ketertindasan, sementara kaum Quraisy berusaha mati-matian melanggengkan kemapanan yang menguntungkan.
Tak pelak, Muhammad dengan Alquran dipandang sebagai ancaman serius bagi kelangsungan kenikmatan kuasa kaum Quraisy. Karena itu, tak ada pilihan lain bagi kaum Quraisy kecuali melenyapkan Muhammad, setidaknya menyurutkan perjuangan Muhammad.
Muhammad sempat berkata, "Seandainya matahari ditaruh di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku takkan mundur." Namun, siksaan dan penderitaan yang dilancarkan oleh kaum Quraisy terhadap Muhammad dan pengikutnya sudah mendekati titik yang tidak manusiawi.
Akhirnya, pada tahun 622 M, menyadari penderitaan yang selalu dialami kaum muslim dan juga untuk memenuhi undangan penduduk Yasrib, sebuah kota 280 mil dari Kota Makkah, Muhammad beserta pengikutnya berangkat untuk melakukan eksodus penyelamatan yang nantinya dikenal dengan sebutan hijriyah.
Tidak disangka, di kota ini, mengutip Huston Smith, pemuda yang pernah dianggap "gila" oleh penduduk Makkah berubah menjadi seorang pahlawan sejati. Begitu pula syair suci yang pernah dianggap sumbang telah menjadi siraman spiritual paling berharga. Di kota inilah titik awal peradaban Islam dibangun. Madinat an-Nabi yang selanjutnya menjadi nama pengganti kota Yasrib merupakan monumen sejarah kebangkitan peradaban baru Islam.
Puncak kegemilangan sejarah Islam lewat momen hijriyah patut dibilang sebagai sebuah revolusi tanpa kekerasan yang pertama kali dalam sejarah. Dalam waktu yang cukup singkat Muhammad mampu mengubah wajah Kota Madina dari pola masyarakat yang diskriminatif, primordialis-fanatis dan eksklusif menjadi masyarakat yang terbuka, egaliter, dan penuh dengan nilai-nilai persaudaraan. Kota Madina yang awalnya selalu diselimuti oleh pertentangan antarsuku menjadi komunitas yang dipenuhi oleh semangat kolektif untuk membentuk peradaban baru.
Atas kesuksesan ini sangat beralasan bila Michael Hart dalam The 100: A Rangking of The Most Influental Person in History telah menempatkan Muhammad pada urutan pertama. Muhammad tidak hanya sukses membangun peradaban baru Islam tetapi juga mampu mengombinasikan unsur sekuler dan agama dalam satu racikan peradaban Madina. Muhammad tidak hanya tampil sebagai seorang agamawan yang selalu mendermakan pesan spiritualnya, tetapi ia juga tampil sebagai negarawan yang adil dan bijaksana. Islam telah didudukkan tidak hanya sebagai agama yang berisi panduan ritual, tetapi juga sebagai etik-moral yang selalu hidup di tengah masyarakat.
Menyadari keagungan sejarah "hijrah" ini maka tidak khilaf apabila umat Islam menetapkan tahun barunya dengan merujuk pada sejarah hijriyah. Hal ini mempunyai arti bahwa lembaran baru Islam tidak dibuka dengan keagungan seorang tokoh semisal dengan memperingati kelahiran Nabi. Akan tetapi, Islam mengawali setiap lembaran barunya dengan semangat kelahiran peradaban baru Islam di Madina.
Apa yang diharapkan dengan dijadikannya hijriyah sebagai tahun baru Islam? Pada tanggal 1 Muharram 1427 —yang bertepatan dengan 31 Januari 2006—kembali umat Islam memperingati sejarah sucinya. Sudah seribu empat ratus dua puluh tujuh tahun peristiwa ini berlalu. Namun, semenjak itu pula semangat hijriyah tidak pernah usang dimakan zaman karena selalu disegarkan dengan peringatan dan perayaan setiap tahunnya. Oleh karenanya, setiap kali umat Islam merayakan tahun barunya seketika itu pula semangat umat Islam disegarkan.
Setiap tahun kaum muslim kembali diingatkan dengan memori keemasan sejarahnya. Dan, setiap tahun pula semangat dan makna hijriyah ini akan menjadi kekuatan yang merevitalisasi dan mampu mendorong semangat umat Islam. Tentunya semangat hijrah diharapkan mampu menjadi semangat baru bagi umat Islam dalam memulai sejarahnya pada detik ini dan pada masa selanjutnya. Karenanya, makna hijriyah harus terinternalisasi dalam diri kita dan diolah menjadi sikap yang luhur dan dinamis dalam menata masa depan yang lebih baik.

Makna Hijriyah
Hijrah Muhammad hampir memiliki kesamaan dengan peristiwa hijrahnya Musa dari negeri Firaun. Peristiwa ini juga menjadi catatan sejarah suci bagi umat Yahudi yang diperingati dengan perayaan Paskah. Sejarah dimulainya peradaban baru Yahudi juga dimulai pada titik hijrah ini. Tampaknya hijrah menjadi hukum sejarah yang wajib dilalui dalam rangka membangun sebuah peradaban baru.
Ibrahim meninggalkan rumahnya di Ur untuk "hijrah" ke Kan’an. Di situlah Ibrahim membangun peradabannya. Zaman kebesaran Yusuf dimulai ketika beliau hijrah ke negeri Mesir. Di situ pula Yusuf mengukir kebesarannya. Atau mungkin seorang Buddha harus rela hijrah meninggalkan kerajaannya yang berlimpah harta hanya semata-mata untuk membangun peradaban spiritual baru. Dengan tanpa membesar-besarkan rentetan peristiwa hijrah tersebut tampaknya hijriyah seakan menjadi semacam syarat utama untuk menggapai sebuah perubahan.
Bangsa Indonesia saat ini telah disiksa oleh berbagai-bagi penderitaan. Pelbagai bencana alam tak kunjung reda. Wabah penyakit menggurita di mana-mana. Enam puluh juta lebih rakyat Indonesia berkubang dalam jurang kemiskinan. Ironisnya, pemerintah yang dipilih langsung oleh rakyat justru menelorkan banyak kebijakan yang tidak memihak rakyat seperti kebijakan kenaikan harga BBM hingga yang mutakhir kebijakan impor beras.
Akibat penderitaan yang multidimensi inilah konflik sosial yang mengarah pada tindakan brutal dan anarkhisme mudah sekali terjadi. Sayangnya, pemerintah memandang hal ini sebagai sesuatu yang lumrah dan menjadi fase tak terelakkan dari tahapan reformasi.
Melihat kenyataan ini Indonesia tampaknya harus menjalani hukum sejarah dari sebuah peradaban. Tentunya bangsa ini tidak memaknai "hijrah" dengan perpindahan fisik layaknya "hijrah"nya Nabi meningalkan Makkah. Yang bisa dilakukan oleh bangsa ini adalah hijrah maknawi. Artinya, bangsa Indonesia butuh semangat "hijrah" dari kemerosotan ekonomi, sosial, politik dan hukum menuju peradaban yang mencerahkan. Peradaban yang lebih menjamin kesejahteraan masyara-kat, keterbukaan dan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Tahun baru hijriyah sudah semestinya menjadi momentum untuk merenungkan kembali eksistensi bangsa Indonesia di titik paling nadir. Untuk itulah, hijriyah yang diperingati oleh umat Islam dan juga bangsa Indonesia kali ini diharapkan menjadi refleksi panjang bangsa ini untuk merajut perubahan yang sebenarnya, yang subtantif, produktif dan populistik. Semangat hijrah akan menjadi modal untuk mengembalikan kegairahan inisiatif perubahan tersebut. Oleh karenanya, sangat rugi dan sia-sia apabila hijriyah yang akan kita peringati bersama hanya sebatas pada refleksi seremonial.
Pada momen ini bangsa Indonesia berkesempatan untuk menguak makna dan semangat hijriyah bagi keberadaban dirinya sendiri. Hijrah berarti pula berubah untuk membangun peradaban baru seperti Nabi meninggalkan Makkah dan membentuk komunitas baru yang berperadaban. Semoga bangsa Indonesia mampu "hijrah" dari penderitaan yang membelitnya menuju bangsa yang berkeadaban.

0 komentar:

Posting Komentar

 

An_nEe Copyright © 2008 Black Brown Art Template by Ipiet's Blogger Template